konflik Opang ojek online
Home > Perdagangan > Toko Online > Konflik Opang vs Ojek Online Perlu Perhatian Khusus

Konflik Opang vs Ojek Online Perlu Perhatian Khusus


926 dilihat

Kamis, 28 Juli 2016 sekitar pukul 20.00 WIB saya dikejutkan oleh suara lantang dari sejumlah massa. Ambil kontaknya ambil!. Saya pikir ada maling yang berusaha mencuri sepeda motor ojek pangkalan (opang) yang ada tepat di perempatan Gandul, Cinere. Seketika suasana menjadi ramai dan lalin sedikit tersendat karena memang jalanan Gandul yang selalu ramai ketika jam-jam warga pulang kantor. Saat itu saya tengah menaiki sepeda motor tiba-tiba saja tergerak turun menghampiri kerumunan itu. Ternyata, para sopir opang Gandul sedang menghakimi salah satu pengemudi ojek daring, GrabBike.

Maaf bang saya cuma jalanin tugas, saya cari nafkah juga. Kata-kata tersebut keluar dari mulut sopir GrabBike saat saya menghampirinya. Yang saya ingat, wajah pria yang berusia sekitar 30 tahun tampak bingung dan ketakutan. Bayangkan saja, saat itu suasana di sana ramai dengan kendaraan lalu lalang dan pedagang-pedagang yang biasa berjualan. Saya tau sopir GrabBike tersebut tidak hanya takut dan bingung, pasti malu juga.

Ketika saya hampiri kerumunan, saya berusaha untuk berbicara dengan sopir opang. Karena massa yang begitu banyak dan tersulut emosi, suara saya berteriak pun tidak terdengar keras. Posisi saya yang baru saja check up dari klinik terdekat membuat saya sedikit gemetar ketika berusaha melerai. Tiba-tiba salah satu sopir opang berbicara kepada saya sambil teriak-teriak dan marah-marah, Dia udah dibilang jangan ambil sewa deket sini masih aja diambil. Lalu saya bilang, Ya kan bisa pak diselesaiin dengan kekeluargaan baik-baik diomongin jangan main hakim sendiri kasian sedikit!. Tapi sopir opang itu malah nunjuk-nunjuk saya sambil marah-marah, Lo gausah ikut-ikutan!. Saya pun sedikit gusar diperlakukan seperti itu. Saya bentak kembali sopir opang yang tidak sopan itu. Ketika sopir opang menunjuk-nunjuk saya sambil marah-marah, tiba-tiba ada bapak-bapak yang melerai. Saat itu penumpang yang ingin naik GrabBike ada di sebelah saya. Saya ajak ngobrol. Penumpang itu seorang wanita kelihatannya habis pulang kerja. Dari hasil yang saya dapat dia bilang, dia gak tau kalo disini gak boleh naik ojek online sembarangan. Saya kasihan. Ekspresi mukanya takut dan gemetaran badannya.

Setelah saya ngobrol dengan penumpang itu, saya kembali ke motor saya yang saya tinggal di parkiran depan klinik. Dari yang saya lihat, sopir GrabBike itu dipaksa untuk melepas jaket Grab yang ia pakai. Saya tambah kasihan waktu saya mau pergi dari sana, sopir GrabBike itu minta maaf sama penumpangnya sambil nuntun motornya ke arah opang. Dimana hati nuraninya ya Tuhan

Dari kejadian ini saya benar-benar geram dan tidak habis pikir. Saya kira gesekan antara opang dan ojek daring sudah selesai begitu saja. Mengingat kejadian ini tidak jauh dari polsek terdekat dan kelurahan, saya prihatin kenapa tidak ada sosialisasi dari aparat setempat untuk mengatasi rahasia umum seperti ini? Dan saya sangat menyayangi sikap warga Cinere yang mewakili warga Indonesia juga, yang sama-sama cari nafkah, kok ya masih aja bersikap norak kayak gitu.

Setiap saya naik ojek daring entah itu Uber, Gojek, atau GrabBike saya selalu suka ngobrol dengan driver. Saya pernah beberapa kali naik ojek daring dimana drivernya mantan sopir opang. Sopir tersebut bilang, ia bosan jadi sopir opang karena kebanyakan bengong dan nganggur. Mereka sadar kalo mereka tidak akan dapat pemasukan lebih kalo cuma mengharapkan upah sebagai opang. Yang jadi pertanyaan, apa cuma satu atau dua dari sekian ribu opang di Indonesia yang punya pemikiran seperti ini? Saya sangat menyayangkan sikap dan tindakan masyarakat yang pastinya mereka entah sebentar atau lama pasti menempuh pendidikan.

Toh, di beberapa tempat seperti di kawasan kampus UI saja sudah ada kebijakan untuk mengurangi konflik antara opang dan ojek daring. Bisa dilihat kalo spanduknya belum dilepas, tepat di pagar stasiun UI setelah pintu masuk kampus UI tepat dimana biasanya opang mangkal, disana ada spanduk tentang kebijakan bagi ojek daring yang ingin mengangkut penumpang.

Harapan saya, karena persoalan transportasi daring ini dengar-dengar akhirnya mengikuti aturan pemerintah, mbok ya regulasinya jangan cuma sebatas peraturan kendaraan yang layak beroperasi saja. Kecemburuan sosial seperti yang saya jelaskan di atas tadi juga perlu diperhatikan. Saya rasa, sopir opang yang masih seperti itu perlu edukasi moral dan etika lebih. Bukan saya mendiskriminasikan satu golongan, tapi ini penting. Anggap saja ini teguran keras bagi pihak berwajib untuk peka akan hal-hal yang terus terjadi. Yaa bisa dibilang ini sudah jadi rahasia publik. Publik yang ingin mengadu pun pasti juga ada rasa takut jika tidak ada perhatian khusus akan hal ini. Karena memang bukan zaman yang bisa disalahkan, tapi mau tidak mau kita mengikuti zaman. Boleh mempertahankan adat, tapi tau aturan dan etika.

Saya berharap hal-hal yang seperti ini dapat teratasi secepatnya dan mungkin pihak-pihak perusahaan transportasi daring ini bisa memberikan imbauan lebih bagi para driver. Saya prihatin, karena saya tahu cari uang itu susah dan gak seharusnya orang lain asal mengambil rizki orang lain. Karena bekerja itu tidak hanya pakai tenaga, tapi juga pakai akal dan hati nurani, bukan otot dan caci maki.




Source : okezone


Baca Juga





SuratPembaca

Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.

Hubungi Kami

Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia

Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.

Kirimkan Masukan

[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00

Sosial