RS Ibu dan Anak Lestari Cirendeu - Ciputat
Home > Profesional & Layanan Bisnis > Servis > Kecewa Dengan Pelayanan RS Ibu dan Anak Lestari Cirendeu

Kecewa Dengan Pelayanan RS Ibu dan Anak Lestari Cirendeu


7178 dilihat

Hari Selasa,Tanggal 10 Maret jam 09.30 wib, kami membawa anak kami sakit diare ke Rumah Sakit UIN Ciputat. Karena penuh, kami dirujuk ke Rumah Sakit Lestari Cirendeu. Dari pengalaman kami biasa ke Rumah Sakit ternama dirujuk ke rumah sakit tersebut agak takut karena seumur hidup belum pernah mendengar nama rumah sakit tersebut, tapi demi keselamatan anak kami bersedia dirujuk ke sana karena banyak kamar kosong. Sampai di sana, benar. Mulai dari kelas VIP hingga kelas 3 masih kosong semua. Yah, paling ada 4 ruangan yang terisi itupun dikelas 3.

Kami memilih kelas 1 kamar melati B. Kami pada saat kesana cuma berdua dengan anak saya dan tidak ditemani kerabat atau suami saya, karena darurat yang penting dalam pikiran saya anak saya segera di infus karena sudah lemas sekali. Awalnya, saya dilayani dengan baik oleh dokter dan susternya. Dan pada saat membayar uang muka Rumah Sakit, jumlah musti Rp 2,000,000,- untuk kelas 1, saat itu saya membawa ATM BCA dan BRI dan saya cuma bisa membayar Rp 1,500,000,-. Saya mengambil dari ATM BCA sebesar Rp 1,000,000,- dan dengan ATM BRI Rp 500,000,-. ATM sudah dipegang oleh kasir. Dalam keadaan mengendong anak dan membawa tas besar, kasir menyuruh saya untuk melakukan pembayaran dengan ATM, saya musti naik ke lantai 1 yang tangganya cukup tinggi. Karena dibawah alat ATM tidak ada.

Saya bilang ke kasir, "Mba, boleh ambil ATM saya untuk digesek di atas? Karena dalam keaadaan anak saya darurat, harus segera di infus. Saya musti mengendong naik ke atas betul-betul repot". Lalu kasir mengembalikan ATM saya dan menyuruh agar anak saya diinfus saja dahulu, nanti mereka akan ke kamar saya menagih uang mukanya. Tetapi sampai malam tanggal 12 Maret, tidak ada juga yang menagih uang muka.Saya juga lupa karena sibuk mengurus anak.

Barulah saya temui tata usaha atau kasir untuk membayar uang muka sekalian minta rincian untuk besok tanggal 13 Maret karena saya mau pulang. Kenapa kronologis uang muka saya ceritakan di awal, karena saya dihina tidak berterimakasih - sudahlah tidak membayar uang muka - oleh suster Wati di akhir cerita pada tanggal 14 Maret jam 11.00 WIB. Tidak ada suster yang memperkenalkan diri dan membantu pemberian jadwal obat dan mencatat jumlah diare per jam-jam atau frekuensi diare. Awalnya berjalan dengan baik, saya tidak ada kenal satu namapun suster jaga selama di sana karena mereka setiap masuk tidak ada yang memperkenalkan diri kepada saya.

Begitu juga pada saat pergantian shif, saya cuma taunya nama mereka suster saja. Dan lebih mengagetkan obat-obatan untuk anak saya diberikan dan menjadi tanggung jawab saya. Bukanya setahu saya tiap kali minum obat, suster yang datang memberikan sesuai jadwal. Ini malah didrop ke saya dan diintruksikan agar setiap 4 jam 6 jam diminumkan keanak saya. Bayangkan aturan obat itu musti benar karena menyangkut nyawa, salah jam aturan bisa berpengaruh ke kondisi dan menyangkut nyawa. Saya sempat komplain kenapa musti saya yang beri obat, jawaban dari suster memang disini seperti itu. Yah sudah saya ikuti saja karena tidak mau pusing. Saya pikir ini kelas 1 biasanya di Rumah Sakit lain dirawat di kelas 3 sekalipun untuk obat suster yang atur pemberian obat bukan pasien.

Begitu juga dengan frekuensi diare, malah saya diberi kertas dan pensil mencatat sendiri jumlah diare berapa kali-kalinya yang terjadi dalam kurun 2-4-6 jamnya. Bagaimana mungkin saya mencatat jumlah - jumlah berapa kali diare anak saya. Saya aja sudah pusing capek mikirin anak rewel, ganti pampers, cebokin anak dan bersih kasur semua dilakukan oleh saya sendiri bersama suami, karena aturan di sini begitu. Emang gue pikirin mau catat. Suster yang aneh dan aturan yang aneh. Ini kelas 1 loh.

Oh iya, jika saya butuh air, mangkuk, gelas saya musti ambil sendiri loh. Ke dapurnya yang jaraknya 10 m dari kamar kelas 1 saya. Hebat kan. Hari Rabu, Tanggal 11 Maret Jam 04.00WIB, perekat atau plester infus anak saya lepas, tapi sudah saya kencangkan atau sambungkan lagi. Karena sekeliling selang perbannya pada basah, saya bel suster untuk menganti perbannya. Kemudian datanglah suster yang memakai baju putih-putih (karena ada juga suster jaga berseragam list hijau,saya tidak tau apa bedanya,karena selalu suster baju putih-putih yang maaf kayaknya masih junior muda sekali,saya sempat berpikiran jangan-jangan dia masih mahasiswa atau junior dan tidak berpengalaman). Saya bilang suster temannya yang lain mana? Kenapa sendiri ?.

Karena ganti perban tidak bisa sendiri biasanya suster butuh teman minimal berdua? Karena repot,dia menjawab tidak apa, Bu saya bisa. Disitu saya sudah was-was karena dia cuma membawa plester, kapas dan gunting. Pada saat itu juga belum sempat saya menanyakan kenapa tidak membawa perban karena yang diganti perbanya yang sudah basah,suster tersebut sudah dengan begitu cepatnya tiba-tiba telah mencabut semua perban dan jarum yang masih menancap di tangan anak saya. Sehingga darah banyak keluar. Anak saya diberi kapas dan diplester, betapa kagetnya saya. Saya sempat bentak suster tersebut, "Apa yang kamu lakukan!!! kenapa kamu cabut infus dan jarumnya? Siapa yang ijinkan kamu mencabut jarumnya?!!".

Karena saya cuma minta ganti perban. Dengan enteng dia menjawab, "Tidak apa-apa, Bu. Sudah terlanjur. Nanti jam 6 pagi dipasang kembali". Saya mengamuk karena kondisi anak saya masih lemas dan dalam masa pengobatan atau pemulihan dan tanpa izin saya main cabut infus tersebut. Saya bentak dan saya marah. Saya tidak mau tau infus anak saya musti dipasang kembali, kenapa musti menunggu jam 6? Suster tersebut ketakutan pergi dan 30 menit kemudian datanglah suster lain yang mau pasang infus kembali. Dengan menangis saya ikut keruangan infus untuk dimasukan jarum kembali. Saya cuma bayangkan anakku yang masih lemas musti ditusuk kembali, kasian sekali anaku baru 1,5 tahun umurnya. Betapa pilunya seperti disayat-sayat.

Para suster berjumlah 5 orang mereka berseragam list hijau, kecuali yang mencabut jarum infus putih - putih dan raut wajahnya masih panik. Mereka 3 kali menusukkan jarum ke tangan kanan anak saya tapi tidak mendapatkan hasil. Saya putuskan untuk tidak dilanjutkan untuk ditusuk kembali biar anaku istirahat dahulu. Gila aja emang anak saya boneka ? Dan saya minta bicara ke dokter yang menagani anak saya tapi suster jaga bilang tunggu besok jam 8 pagi. Jam 08.00 WIB, anak saya belum dibolehkan pulang karena musti menuntaskan suntikan antibiotik 2 kali lagi. Kalau bukan memikirkan keselamatan anak, sumpah saya sudah sakit hati kecewa luar biasa dengan perlakuan para suster disana. Saya ijinkan anakku di infus kembali, bayangkan 7 atau 8 kali anakku musti mengalami sakit jarum-jarum tersebut, tapi demi anak aku pasrah.

Setelah diinfus, ada 2 suster jaga baru yang senior meminta klarifikasi kejadian subuh jam 4. Saya ceritakan semua, ternyata suster yang mencabut infus anak saya tidak mengaku, malah menuduh saya yang mencabut jarumnya. Betul-betul kurang ajar para suster jaga jam 4 tersebut saling menutupi karena takut diketahui dokter dan koordinator mereka. Malamya, saya meminta rincian biaya agar besok jam 9 kami pulang dan agar tidak repot lagi tapi kasir atau tata usaha hanya bisa memperlihatkan rincian dengan selembar kertas hvs yang ditulis dengan pensil.

Agak aneh memang manual sekali. Setelah dilihat bon-bon dan rincian, saya tidak mengerti karena masih tulisan pensil serta banyak coretan dimana-mana. Nah, baru malam ini tata usaha atau kasirnya meminta uang muka kesaya, itupun saya yang mengingatkan. Lalu saya serahkan uang tersebut. Saya tanya ke kasir atau tata usaha yang datang kekamar saya bayarnya Rp 1,000,0000,- atau 2,000,000,-? Dia bilang Rp 1,000,000,- dahulu, besok jika ada penambahan baru ditambah lagi. Kwitansi diberikan. Kamis, tanggal 12 Maret jam 08.30 WIB, saya minta rincian yang rapih dan pelunasan agar segera keluar, tapi rincian tidak diberikan karena musti menunggu hari Sabtu? Saya bingung! Bagaimana saya mau bayar kalau saya cuma diberikan totalnya saja, tidak dalam bentuk draf rincian.

Yang saya tau klinik, puskesmas kecil saja punya rincian yang rapih. Masak Rumah Sakit sebesar ini tidak ada cuma secara manual tulisan pensil pula, betul-betul aneh. Karena kesal, saya juga sudah tidak nyaman sedari kemarin, saya bayar semua karena anak kami akan dirawat dan kami pindahkan ke Rumah Sakit Muhamadiyah. Nah, disini baru ketahuan bobroknya sistem pembayaran dan kecurangan dari rumah sakit tersebut. Dari sisa obat anakku yang dibawa pulang, ada yang tidak anakku makan seperti vometa, pedialit atau neuralit saya lupa namanya sebanyak 2 botol (padahal diberikan cuma 1 botol itupun tidak diminum anaku karena tidak suka), suntikan antibiotik yang tinggal setengah impul lagi tidak ada buktinya diberikan kesaya. Bayangkan 1 botol harganya cukup mahal berkisar Rp 130,000,- (mungkin sisanya dipakaikan untuk pasien lain kali karena masih cukup untuk 1x suntik lagi, kan lumayan).

Jelas saya tambah kesal anaku dibilang minum pometa padahal tidak ada 1 susterpun selama anakku dirawat ada yang datang memberikan obat tersebut untuk diminum. Boro-boro yang ada semua obat didrop kesaya dan saya sendiri yang mengatur pemberiannya. Dan lucunya lagi, saya diberi kertas dan pensil untuk mencatat berapa kali anak saya diare dalam tiap jamnya. Ha..ha.. lucu sekali. Saya ini di kelas 1 tapi saya bekerja sendiri layaknya suster. Jadi, saya cuma nyewa kamar dan infus saja, tidak ada yang melayani padahal ada cash pelayanan Rp 60,000,- loh. Perlu anda anda ketahui anakku jadi stress sampe sekarang masih trauma karena kebanyakan di tusuk-tusuk jarum (ada bekas tusukan-tusukannya ditangan) akibat suster tolol.

Rincian biaya tidak ada, dan Dr. wiwik yang katanya sudah minta maaf kesaya dan berjanji menegur para suster tololnya itu,dan berjanji memberikan rincian biaya serta obat-obat yang salah, nyatanya sampai hari ini tidak ada yang menelpon kembali. Bahkan pada tanggal 14 Februari, hari Sabtu jam 11.00 WIB, malah ada yang namaya suster Wati menghina saya yang katanya saya itu pasien yang tidak tau berterimakasih sudah masuk rumah sakit tidak membayar DP. Waduh-waduh..hebat sekali suster tersebut malah mencari-cari kesalahan saya. Padahal masalahnya sepele, saya menuntut kejujuran dan rincian biaya sebagaimana prosedur yang berlaku. Apakah anda-anda mau keluar rumah sakit membayar saja tanpa tau rincianya?.

Nah, para pembaca, ini pengalaman saya supaya jangan kerumah sakit lestari Cirendeu. Cukup saya saja yang mengalami hal ini. Demi Allah kalau bukan untuk anak saya, ga akan saya mau untuk dirujuk ke rumah sakit Lestari yang namanya aja saya baru tau. Tapi terlepas dari itu alhamdullilah anak saya sudah sehat berkat saya rawat di Rumah Sakit Muhamadyah. Dan mengenai ketidak jujuran para suster juga kasir, Sok Etahhh....saya sudah ikhlaskan untuk kalian para suster yang SDM nya bobrok habis, Makan tuh uang dan rincian biaya, saya sudah tidak butuh lagi. Hei dokter Wiwik Mana janjimu....?? Kebanyakan janji mending traning lagi tuh suster loh, wassalam.

doni eka putra
komp.pertamina pd.ranji
tangerang




Source : kompas


Baca Juga





SuratPembaca

Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.

Hubungi Kami

Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia

Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.

Kirimkan Masukan

[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00

Sosial