Home > Perdagangan > Toko Online > Kemenhub vs MA polemik taxi online

Kemenhub vs MA polemik taxi online


629 dilihat

Salam sejahtera Thread ini sengaja saya buat agar kemudian bisa diketahui oleh umum secara luas, khususnya para driver ride sharing (dikenal masyarkat sebagai taxi online), tentang adanya potensi pelanggaran hukum oleh jajaran kementrian perhubungan terhadap keputusan Mahkamah agung No 37 P/HUM/2017. Agar kemudian sebelum melanjutkan mereka yang antipati terhadap perjuangan para driver ride sharing agar mengetahui, bahwa kami justru memerlukan payung hukum yang jelas, kami tidak menolak diatur, justru kami berterimakasih dengan dilegalkannya dan diberikan payung hukum atas status pekerjaan kami. Namun untuk diketahui, bukan berarti kami harus tunduk dengan peraturan yang tidak mempunyai dasar hukum dan masuk akal logika. Segala peraturan yang jelas bertentangan dengan keputusan Mahkamah Agung sebagai supremasi hukum tertinggi jelas kami tolak. kami menolak untuk melakukan pelanggaran terhadap keputusan Mahkamah Agung. Tanpa perlu membuang waktu, langsung saja ke akar permasalahan. Semua berawal dari permenhub no 26 tahun 2017 ( NO PM 26 TAHUN 2017 ) yang dikeluarkan oleh kementrian perhubungan dan di tandatangani oleh Mentri perhubungan. Singkat cerita dalam amar putusan Mahkamah Agung terdapat beberapa kesalahan terhadap penerbitan keputusan ini. Namun kita tidak kan menyentuh ke sejarah dan masalah tentang permenhub 2017 yang didahului oleh permenhub no 32 tahun 2016. Gejolak muncul dari para driver online, ride sharing atau taxi online diatur dalam pasal 19 dalam permenhub No 26/2017. mengkategorikan ride sharing atau taxi online dengan terminologi Angkutan Sewa Khusus. Singkat cerita ada beberapa pasal yang kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung dalam keputusannya dengan nomor 37 P/HUM/2017. Keputusan Mahkamah Agung dikeluarkan setelah beberapa rekan senior yang kami hormati mengajukan hak uji materil kepada Mahkamah Agung mengenai permenhub no 26 tahun 2016. Mahkamah Agung menganulir beberapa pasal yang dikira memang tidak masuk akal dan bertentangan dengan undang undang atau peraturan yang lebih tinggi. Perlu digaris bawahi kewenangan MA mempunyai kewenangan untuk menguji dan membatalkan paraturan dibawah Undang Undang. Untuk lebih jelas bisa dilihat di amar putusan no 37 P/HUM/2017 di bagian II.Kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam MengujiPeraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang; Agar kemudian diketahui dan digaris bawahi Segala pasal yang diuji dan dibatalkan Mahkamah Agung dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun apa yang terjadi permenhub 26/2017 yang telah diuji oleh Mahakmah Agung dan beberapa pasal yang dicabut dan dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai hukum mengikat, kembali dimasukan oleh mentri perhubungan dan jajaran mentri perhubungan dalam revisi permenhub no 26 tahun 2017 dan difinalkan dengan permenhub 108/2017. Mentri perhubungan yang sebelumnya di berbagai media mengatakan akan taat dan tunduk serta menghormati akan keputusan MA kini tidak mengindahkan keputusan MA dengan memasukan beberapa pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung sebagai lembaga hukum tinggi negara. Tidak jelas alasan memasukan kembali pasal yang sudah dibatalkan. Namun dari beberapa surat kabar diketahui bahwa mentri perhubungan tidak serta mencabut pasal yang telah dicabut MA dan memasukan kembali karena khawatir akan kondusifitas yang, beliau klaim, sudah berlangsung dan beliau khawatir akan terjadi gejolak oleh perusahaan taksi konvensional. Pertanyaan yang muncul kemudian sejak kapan asumsi pribadi menhub dan jajaran mentrinya yang kemudian dijadikan peraturan mempunyai kekuatan hukum lebih tinggi dari keputusan Mahakamah Agung?? Sejak kapan asumsi pribadi, menganggu kondusifitas daan menolak gejolak dari perusahaan taksi konvensional bisa lebih mempunyai memberikan status hukum yang tidak sah menurut Mahkamah agung menjadi sah dan mengikat? Dalam amar putusan Mahkamah Agung jelas ditekankan bahwa kemenhub masih condong kepada perusahan taksi konvensional dan berbagai organisasi yang berkepentingan dalam memberikan, merumuskan permenhub terkait. Pada akhir bagian amar putusan MA sangat jelas perintah Mahkamah Agung agar mentri perhubungan mencabut pasal pasal yang telah diuji dan dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun, apa daya, pertanggal 1 november telah disahkan mentri perhubungan permenhub no 108 tahun 2017, sebagai bentul final dari revisi permenhub no 26 tahun 2017. Mudah mudahan bapak presiden Jokowi yang mendukung ekonomi kerakyatan membaca pemasalahan yang terjadi. Apa jadinya negara ini kalau asumsi pribadi seorang mentri bisa menjadi sebuah peraturan walau peraturan itu telah dinyatakan tidak sah menurut lembaga hukum tertinggi negara Kesatuan Republik Indonesia. Tulisan diatas ada analisa bodoh dari seorang driver ride sharing yang tidak mempunyai sarjana hukum namun alhamdulillah bisa menghidupi keluarga dari pekerjaan ride sharing. Berikut adalah penjabaran mengenai peraturan yang dimaksud. note : Rekan rekan driver tolong diviralkan dan jika kalian ditangkap dishub, maka kalian setidaknya mengetahui duduk persoalan mengenai keputusan Mahkamah Agung yang tidak diindahkan) Untuk umum berikut link yang dikira bisa berguna KEPUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 37 P/HUM/2017 PERMENUB no 26/2017 REVISI PERMENHUB 26 TAHUN 2017 SETELAH BEBERAPA PASAL DIBATALKAN MA DAN KEMUDIAN DIJADIKAN PERMENHUB NO 108/2017 Tidak semua yang akan saya bahas. NAmun insya Allah satu masalah bisa menjadi bahan pelajaran untuk semuanya. Beberapa pasal yang dibatalkan MA dalam amar putusan no 37 P/HUM 2017 adalah mengenai pemilikan kendaraan yang harus berbadan hukum. Ini diatur dalam permenhub 26/2017 dalam Pasal 19 ayat (3) huruf e, Pasal 27 huruf a terkait pasal 25 ayat 1, Pasal 36 ayat (4) huruf c dan pasal 37 ayat (4) huruf c, pasal 66 ayat 4. Tanpa perlu memotong saya berikan jabarkan disini keputusan tersebut. untuk lebih detail bisa dilihat halaman 28 putusan MA point .C Berikut adalah alasan Mahkamah Agung menganulir permenhub terkait untuk detil halaman 41 dan setersuanya di Keputusan MA no 37 P/HUM/2017 Quote:Ketentuan dalam Permenhub Nomor PM.26/2017 terkait dengan pendaftaran Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, antara lain: 1. Pasal 19 ayat (3) huruf e, yang isinya berbunyi sebagai berikut: (3) Kendaraan yang dipergunakan untuk pelayanan Angkutan Sewa Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. dilengkapi dokumen perjalanan yang sah, berupa surat tanda nomor kendaraan atas nama badan hukum, kartu uji, dan kartu pengawasan; 2. Pasal 27 huruf a, yang isinya berbunyi sebagai berikut: Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Wajib memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan yang dibuktikan dengan STNK atas nama badan hukum; 3. Pasal 36 ayat (4) huruf c dan Pasal 37 ayat (4) huruf c, yang isinya berbunyi sebagai berikut: (4) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain: c. Salinan surat tanda nomor kendaraan bermotor yang masih berlaku atas nama perusahaan; 4. Pasal 66 ayat (4), yang isinya berbunyi sebagai berikut: (4) Sebelum masa peralihan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor menjadi atas nama badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampirkan dengan perjanjian yang memuat kesediaan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor menjadi badan hukum dan hak kepemilikan kendaraan tetap menjadi hak pribadi perorangan; Ketentuan-ketentuan tersebut di atas bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20/2008 karena: a. Ketentuan di atas, khususnya terkait dengan adanya keharusan agar kendaraan yang dipergunakan sebagai Angkutan Sewa Khusus harus terdaftar atas nama perusahaan atau badan hukum dan tidak diperbolehkan atas nama pribadi, jelas dan nyata-nyata tidak ada hubungan ataupun kaitannya dengan aspek kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa, dan oleh karenanya tidak ada dasar dan pertimbangan yang dapat diterima oleh akal sehat mengapa hal tersebut perlu diatur oleh Termohon dalam Permenhub Nomor PM.26/2017; b. Tidak terdapat satupun ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku yang mengatur adanya keharusan bahwa setiap kendaraan yang akan dipergunakan untuk berusaha, khususnya dalam hal ini bagi pengusaha kelas ekonomi mikro dan kecil, harus terdaftar atas nama badan hukum, sehingga tidak ada pula dasar ataupun alasan untuk diterapkannya sanksi atas ketidak-patuhannya; c. Aspek keselamatan dapat dicapai dengan dibuatnya pencatatan khusus oleh pejabat penerbit Surat Tanda Nomor Kendaraan tanpa perlu melakukan balik nama. Hal ini pun sebetulnya sudah diakomodir dengan adanya catatan yang dimiliki Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (in casu Termohon) terkait data kendaraan yang sudah diuji, pemberian stiker khusus, pemberian tanda khusus; d. Bahwa bilamana dasar pertimbangan bagi Termohon untuk mengatur adanya keharusan bagi kendaraan harus terdaftar atas nama perusahaan adalah demi menjamin keselamatan bagi pengguna jasa, adalah hal yang tidak dapat diterima oleh akal sehat bahwa keselamatan penumpang atau pengguna jasa akan serta-merta dapat dijamin semata hanya dengan terdaftarnya kendaraan atas nama perusahaan. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bagi kendaraan angkutan konvensional yang terdaftar atas nama perusahaan akan lebih menjamin keselamatan penumpang atau pengguna jasanya dibandingkan dengan keselamatan para pengguna jasa Angkutan Sewa Khusus. Sekedar catatan tambahan, justru bagi pengguna jasa Angkutan Sewa Khusus, kesempatan untuk melakukan komplain atau keluhan dapat langsung segera dilakukan mengingat nomor telepon pengemudi tercatat dan diberitahukan kepada pengguna jasa dan komplain dengan detail waktu dan lokasi kejadian bisa langsung dilakukan dengan menginputnya pada aplikasi yang ada, dan segera dapat ditindaklanjuti oleh perusahaan penyedia/penyelenggara aplikasi, dan si pengemudi akan langsung mendapatkan sanksi dari pihak perusahaan penyelenggara/penyedia jasa aplikasi. Hal ini berbeda dengan para penyedia jasa angkutan umum konvensional, dimana komplain atas ketidak-becusan si pengemudi tidak bisa sertamerta dilakukan dan tidak jelas pula tindak lanjutnya; e. Kendaraan milik para pengemudi Angkutan Sewa Khusus yang saat ini masih dalam skema pembiayaan (leasing) tentunya tidak dapat dibalik nama karena masih dalam penjaminan oleh pemberi pinjaman. Dengan diberlakukannya ketentuan ini, maka akan membatasi kesempatan para pengemudi Angkutan Sewa Khusus untuk memiliki kendaraan serta menjalankan usahanya dengan cara mendapatkan kendaraan melalui skema pembiayaan (leasing). Dengan kata lain, Termohon dengan demikian mengharuskan agar para pengemudi Angkutan Sewa Khusus harus terlebih dahulu memiliki kendaraan dengan cara pembelian secara kontan baru boleh memiliki kesempatan untuk berusaha dengan cara yang disediakan oleh perusahaan penyedia aplikasi. Padahal, justru yang selama ini diharapkan oleh para pengemudi adalah dengan cara menjalankan usaha ini, maka kendaraan yang dipergunakannya untuk usaha tersebut akan dapat menjadi miliknya sendiri dengan cara membayar serta melunasi cicilan pembayarannya kepada perusahaan pembiayaan (leasing) dari hasil usaha yang dijalankannya; f. Ketentuan peralihan untuk kewajiban pendaftaran Surat Tanda Nomor Kendaraan (Pasal 66 ayat (4) Permenhub Nomor PM.26/2017) tidak berdasarkan prinsip akuntansi yang memadai, sehingga akan menimbulkan masalah pajak bagi pelaku usaha di kemudian hari; g. biaya yang timbul dari proses balik nama tidaklah sedikit dan cenderung membuat pemilik kendaraan tidak patuh (karena pemilik kendaraan diharuskan mengalihkan asetnya untuk kemudian agar dapat memperoleh kembali asetnya tersebut harus melakukan proses balik nama lagi); dan h. Dengan adanya keharusan sebagaimana diatur dalam Permenhub Nomor PM.26/2017 yang memberikan kesempatan agar aset milik pribadi diakui atau dibuat seolah-olah menjadi miliki atau terdaftaratas nama badan hukum, maka terdapat potensi yang sangat besar bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan peraturan atau ketentuan ini guna melakukan penyamaran atas harta kekayaannya (oleh orang-perorangan) sehingga dapat memfasilitasi terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU); i. Di samping itu, dengan memanfaatkan ketentuan ini, pembebanan pajak progresif pun dapat dihindari dengan adanya konsep semacam ini. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat pemerintah untuk menggiatkan kegiatan perpajakan yang perlu didukung dengan prinsip keterbukaan; Hal-hal tersebut di atas akan menghambat masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam usaha Angkutan Sewa Khusus. Sehingga, ketentuan ini akan menghambat pengembangan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan telah menyalahi prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah dengan alasan-alasan hukum sebagaimana telah dijelaskan di atas; Bahwa dengan demikian, ketentuan sehubungan dengan adanya kewajiban balik nama bagi kendaraan menjadi atas nama perusahaan, walaupun diberikan kesempatan untuk dilakukannya suatu “perjanjian pura-pura”, yakni seolah-olah pemilik kendaraan tersebut adalah perusahaan padahal sesungguhnya dimiliki oleh pribadi atau orang perorangan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (3) huruf e, Pasal 27 huruf a, Pasal 36 ayat (4) huruf c, Pasal 37 ayat (4) huruf c dan Pasal 66 ayat (4) Permenhub Nomor PM.26/2017, yang notabene dijadikan sebagai salah satu syarat guna mendapatkan izin serta mengikuti uji berkala dan mengoperasikan kendaraannya sebagai Angkutan Sewa Khusus, jelas tidak tepat serta tidak dilandasi pertimbangan hukum yang memadai sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga sudah sepatutnya ketentuan terkait dengan balik nama menjadi atas nama perusahaan dalam pasal-pasal dimaksud diubah sedemikian rupa, sehingga kendaraan atas nama individu dapat tetap memperoleh izin, mengikuti uji berkala serta mengoperasikan kendaraannya sebagai kendaraan Angkutan Sewa Khusus; Seperti sudah dijelaskan diatas Mentri perhubungan Bpk Budi Karya Sumadi, dalam beberapa kesempatan menegaskan tidak mencabut pasal diatas dan memasukan kembali dalam permenhub tahun 108 tahun 2017 ( sebagai bentuk akhir dari revisi permenhub 26 tahun 2017) karena berbagai pertimbangan, seperti terekan di ; Agar tidak ada perusahaan dirugikan dan agar menjaga situasi yang kondusif Pengkajian menhub soal putusan MA Bagaimana dengan masyarakat kecil dengan usaha ekonomi mikro yang dirugikan? Dalam amar putusan MA sudah dibahas mengenai hal ini mengenai hegemoni perusahaan taksi konvensional yang memonopoli selama ini dan MA menganjurkan agar merubah agar bisa bersaing. Namun hal yang paling krusial atau penting adalah apapun kajian, alasan mentri perhubungan dengan segala asumsi beliau terhadap keputusan MA itu bersifat tertutup dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya (setidaknya harus diuji) dan tidak mempunyai landasan hukum yang bisa melebihi keputusan MA yang tekah menyatakan pasal pasal terkait di permenhub tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku. SEKIAN.. Jadi pesan para rekan driver online, dengan adanya analisa bodoh saya diatas, stikerpun otomatis gugur karena stiker yang dicanangkan pada permenhub 108/2017 (terbaru) harus memuat nama badan koperasi yang menaungi (menurut bahasa MA diatas pura pura pake nama badan usaha dan berpotensi kriminal), sementara sudah digagalkan MA tidak harus berbadan hukum. Demikian agar sedikit analisa bodoh saya bisa dibaca tentang sedikit polemik taxi online. Apakah mentri melanggtar hukum? atau bahkan alasan pribadi mentri bisa mempunyai kekuatan hukum untuk melebihi keputusan Mahkamah Agung? silahkan diviralkan dan diberikan, diargumenkan kepada dishub yang menangkap per tanggal 1 november nanti, dasar hukumnya mana? bawa ke ranah hukum guys. enak kalo razia gabungan sekalian lapor ke polisi Salam satu aspal.....



Source : kaskus


Baca Juga





SuratPembaca

Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.

Hubungi Kami

Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia

Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.

Kirimkan Masukan

[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00

Sosial