Pada 5 Oktober 2001 pukul 09.20 WIB saya dikejutkan dan sekaligus dikecewakan oleh perilaku bus Transjakarta koridor 8. Saat itu saya sudah lebih dari 10 menit di halte Pondok Indah 1 menunggu kedatangan bus dari Lebak Bulus ke arah Harmoni.
Namun ketika bus Transjakarta dari operator Primajasa sampai di halte ternyata bus terus melaju dan tidak berhenti di halte yang saat itu terdapat sekitar 10 orang calon penumpang. Padahal, bus dalam keadaan tidak penuh, penumpang yang berdiri tak lebih dari 10 orang.
Saya perkirakan bus itu berangkat dari halte Lebak Bulus pukul 09.10 WIB. Saya tidak bisa mencatat nomor bus karena bus memang dalam kondisi melaju. Ketika kejadian ini saya tanyakan ke petugas tiket, saya mendapatkan jawaban yang sama sekali tidak menggambarkan bahwa pelayanan bus Transjakarta itu memang tidak benar.
Ketika saya mencoba menghubungi nomor telepon pengaduan Transjakarta koridor 8 (021-7228727) yang saya dengar bukan suara petugas melainkan suara mesin berbunyi “Nomor telepon yang Anda hubungi belum terpasang.”
Akhirnya saya baru bisa naik bus Transjakarta 20 menit kemudian. Beginikah seharusnya kualitas layanan transportasi publik yang dikelola Badan Layanan Umum, Dinas Perhubungan DKI Jakarta? Sungguh mengherankan.
Selama ini di koran, televisi, radio, dan internet sering tersiar berita Dinas Perhubungan Pemda DKI Jakarta akan selalu memperbaiki layanan Transjakarta. Tapi ternyata layanan di lapangan tidak kunjung mengalami perbaikan.
Kejadian yang saya alami di atas hanyalah sebagian kecil dari buruknya layanan transportasi publik di Jakarta, khususnya layanan bus Transjakarta. Masih banyak ketidaknyamanan lain yang dirasakan pengguna jasa bus Transjakarta. Misalnya kondisi interior bus yang rusak sehingga bus terdengar berisik saat melaju, udara di dalam bus tidak dingin karena banyak udara luar masuk lewat celah-celah antara pintu dan badan bus yang menganga.
Bus melaju kencang yang membuat penumpang tidak nyaman (sering dilakukan oleh bus Transjakarta koridor 8 dari operator Primajasa), bus melaju keluar dari lajur busway sehingga membahayakan pengguna jalan lain (sering dilakukan oleh bus Transjakarta koridor 8 dari operator Primajasa).
Kedatangan bus di setiap halte dalam interval yang tidak teratur (terkadang beberapa bus datang berhimpitan, terkadang antara bus satu dengan bus berikutnya berjarak sangat jauh atau lama). Dan sistem informasi halte yang hendak disinggahi tidak berfungsi atau tidak difungsikan.
Perbaikan layanan berkaitan dengan hal-hal tersebut sebetulnya bisa dilakukan Pemda DKI Jakarta, bekerjasama dengan operator, dengan selalu melakukan evaluasi dan memberi penyuluhan atau pelatihan kepada pengemudi dan petugas di lapangan. Kalau perlu disertai mekanisme reward dan punishment. Dan yang tak kalah penting, berfungsinya telepon pengaduan dan ada tindaklanjut atas pengaduan dari publik pengguna bus Transjakarta. Upaya-upaya tersebut mungkin tidak membutuhkan biaya mahal meskipun akan melibatkan banyak pihak.
Namun yang mengherankan, mengapa Pemda DKI Jakarta justru melakukan “perbaikan” dengan melakukan pembangunan fisik yang bernilai miliaran rupiah sementara sumberdaya manusianya tidak disentuh? Bukankah operator bus dan mekaniknya yang bisa membuat bus selalu dalam kondisi baik?
Bukankah pengemudi bus yang membuat bus berhenti di setiap halte atau melaju dengan nyaman? Bukankah aparat kepolisian yang bisa menindak mobil selain bus Transjakarta yang masuk lajur busway?
I. G. Agung Yudana
Griya Katulampa B1-25
Bogor
Baca Juga
SuratPembaca
Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.
Hubungi Kami
Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia
Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.
Kirimkan Masukan
[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00
Sosial