Saya dan keluarga menggunakan KA Sancaka Sore pada tanggal 26 Desember 2012 dari Solo Balapan menuju Nganjuk. Saat itu saya dan istri bersama 1 balita dan 2 lansia yang sudah agak sulit untuk berjalan. Kami duduk terpisah di gerbong bisnis 1 kursi 13A & 13B, dan gerbong bisnis 2 kursi 14A, 14B, dan 14C. Sesaat setelah duduk di kursi sesuai tiket, petugas PT KAI memeriksa tiket kami sekaligus mencatat bahwa kami akan turun di Stasiun Nganjuk. Ini bukan pengalaman pertama kami naik kereta untuk turun di Stasiun Nganjuk. Pengalaman kami sebelumnya dengan jenis KA yang bervariasi, kami selalu diberitahu menjelang tiba di Stasiun Nganjuk. Pengalaman kami kali ini sangat berbeda. Tanpa pemberitahuan, tiba-tiba kereta sudah berhenti. Gerbong kami ada di posisi nyaris paling ujung, dan pengumuman dari stasiun yang terdengar samar-samar menyebutkan “Stasiun Nganjuk” membuat kami yang sebetulnya sudah bersiap turun menjadi kebingungan. Gerbong kami berhenti sangat jauh dari tempat turun penumpang.
Lebih tepatnya, kami berada di tengah rel di jalur 2 yang penuh batu. Di tengah guyuran hujan, kami harus berjuang menurunkan tas, dan yang paling menyiksa menurunkan balita dan orangtua kami yang sudah sepuh plus sulit berjalan. Kami harus menggendong Ibu yang tidak mungkin melompat ke atas batu dari ketinggian lebih dari satu meter. Dan selanjutnya, di tengah hujan kami harus bersusah payah menelusuri rel menuju peron Stasiun Nganjuk. Kondektur yang sebelumnya memeriksa tiket kami dan mencatat tujuan kami hanya memandangi kami dari salah satu pintu gerbong kelas bisnis tanpa berbuat apa-apa. Petugas PT KAI yang ada di Stasiun Nganjuk hanya memandangi kami yang sedang bersusah payah membawa barang bawaan, menuntun balita, menggandeng orangtua yang susah payah berjalan di atas rel, seperti layaknya kami ini makhluk angkasa luar yang baru tiba.
Tidak ada satupun permintaan maaf. Bahkan keluhan kami kepada PPKA yang saat itu sedang bertugas (kami tiba sekitar pukul 19.25 tanggal 26 Desember 2012 di Stasiun Nganjuk) hanya ditanggapi meninggalkan kami begitu saja saat kami mengeluhkan layanan yang kami terima. Tidak ada sedikitpun permintaan maaf. Pengalaman kami sebelumnya, jika gerbong berhenti terlalu jauh dari peron tempat naik turun penumpang, maka petugas akan memberitahu kami untuk berpindah ke gerbong yang agak depan menjelang turun sehingga kami tidak perlu berloncatan seperti pengalaman dengan Sancaka. Mungkin kami sedang “sial” bertemu dengan kondektur KA yang bekerja tanpa logika, dan PPKA yang hanya bisa mengurusi perjalanan kereta, tidak bisa berhadapan dengan manusia yang baru saja tertimpa kesialan dari kereta yang sedang dipandunya. Dan kesialan itu itu sayangnya dialami saat kami bepergian dengan orangtua.
Saya menanti pertanggungjawaban PT KAI untuk layanan yang sama sekali tidak manusiawi yang sudah kami alami. Jika memang PT KAI tidak sanggup menurunkan penumpang di tempat yang semestinya, silahkan PT KAI memberitahukan penumpang agar masing-masing membawa tangga atau sejenisnya agar bisa turun dengan mudah jika kebetulan mendapatkan gerbong bagian belakang, karena PT KAI tidak mampu menyiapkan tangga untuk membantu naik-turun penumpang.
Krist Haksa
Perum Permata Arcadia B3/21 Sukatani Tapos
Depok
Baca Juga
SuratPembaca
Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.
Hubungi Kami
Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia
Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.
Kirimkan Masukan
[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00
Sosial