Banjir jakarta
Home > Pemerintah > Sistem > Pemanenan Hujan Menjadi Alternatif untuk Mengatasi Banjir di Jakarta

Pemanenan Hujan Menjadi Alternatif untuk Mengatasi Banjir di Jakarta


872 dilihat

Jakarta sebagai ibukota negara selayaknya dapat membangun pemukiman sehat yang dapat menyejahterakan warganya. Namun realitanya, website Jakarta Open Data (2017) menyatakan bahwa telah terjadi bencana banjir pada setiap bulan di tahun 2016. Banjir yang terjadi di wilayah Jakarta menyebabkan kemacetan parah di banyak tempat (BMKG, 2015). Adapun jumlah korban terdampak banjir di Jakarta pada November tahun 2016 sebanyak 8.209 jiwa dengan tidak ada korban meninggal akibat bencana banjir. Meskipun demikian, Jakarta sebagai ibukota diharapkan dapat menanggulangi permasalahan banjir yang telah menahun kejadiannya.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Mirah Sakethi (2010), upaya penanggulangan banjir sebenarnya telah direncanakan oleh pemerintah Jakarta sejak tahun 2007. Salah satu program penanggulangan banjir adalah pembangunan Banjir Kanal Timur. Program pengendalian banjir ini terbukti dapat menghilangkan 16 genangan air di wilayah Jakarta yang ditargetkan pada tahun 2010. Sementara itu, di kawasan Jakarta Selatan dengan permukaan tanah relatif tinggi, telah dibangun saluran drainase yang berfungsi untuk mengalirkan air secara alamiah. Upaya pengendalian banjir tidak hanya dilaksanakan semata melalui pendekatan perubahan infrastruktur, tetapi juga melalui pendekatan perubahan perilaku penduduk yang tinggal di Jakarta. Namun, banjir di Jakarta kian hari kian bertambah parah. Hal ini disebabkan oleh perubahan tata guna lahan yang drastis di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Kali Pesanggrahan dan Kali Angke. Daerah yang sebelumnya hanya dimanfaatkan untuk sawah maupun kebun, sekarang telah berubah fungsi menjadi daerah perumahan. Perubahan tata guna lahan ini mengakibatkan peningkatan run off dan DAS di daerah tersebut dipaksa menampung aliran air yang tinggi. Situasi ini semakin memburuk ketika Situ Gintung rusak. Laju pertumbuhan kepadatan penduduk di Jakarta yang pesat juga memiliki kontribusi penyebab terjadinya banjir (Mirah Saketi, 2010). Sehingga, dibutuhkan teknologi yang dapat menjadi alternatif penanggulangan banjir di Jakarta, salah satunya adalah teknologi pemanenan hujan (rain harvesting).

Konsep Pemanenan Hujan dapat menjadi salah satu alternatif yang ditawarkan dalam mengatasi banjir di Jakarta. Menurut Kepala Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTL-BPPT) Arie Herlambang (Republika, 2016), sistem pemanenan hujan dapat menanggulangi banjir cukup signifikan. Bapak Arie menyatakan bahwa pemanenan air hujan pada  penampungan dengan ukuran 10 meter kubik selama 2-3 jam  dengan intensitas lebat, dan mampu mengurangi genangan secara signifikan. Pemanenan air hujan merupakan kegiatan menampung air hujan secara lokal dan menyimpannya melalui berbagai teknologi, untuk penggunaan masa depan dalam memenuhi kebutuhan manusia (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, t.thn.).

Jika dilihat dari lingkup implementasinya, pemanenan hujan terdiri dari dua kategori yaitu teknik penampungan dengan atap bangunan dan teknik penampungan dengan bangunan reservoir seperti waduk, dam, parit, embung, kolam, situ, dan reservoir lainnya (Harsoyo, 2010). Kategorisasi ini dibagi berdasarkan skala pemanfaatan, teknik penampungan dengan atap bangunan untuk skala individu dan teknik penampungan dengan bangunan reservoir untuk skala komunal. Kedua teknik ini dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan, efektifitas, dan efisiensi di suatu tempat. Melihat kondisi pemukiman Jakarta yang padat penduduk, pemanenan hujan akan lebih efektif menggunakan teknik penampungan dengan atap bangunan.

Karakteristik pemanenan hujan yang efektif digunakan pada daerah dengan intensitas hujan yang tinggi, menyebabkan teknologi ini tidak diragukan lagi untuk dapat menjadi alternatif dalam pengelolaan sumber daya air di Jakarta (Harsoyo, 2010). Meskipun, penerapan teknologi ini bergantung pada dukungan positif dari berbagai pihak, terutama dari kebijakan pemerintah.

Referensi:
Badan Penanggulangan Bencana Daerah, 2017. Jakarta Open Data. [Online] 
Available at: http://data.jakarta.go.id/dataset/rekapitulasi-kejadian-banjir-pertahun-2014
[Diakses 6 November 2017].
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, t.thn. [Online] 
Available at: www.kelair.bppt.go.id
[Diakses 15 November 2017].
BMKG, 2015. Analisis Kejadian Banjir DKI Jakarta, Tangerang: BMKG.
Harsoyo, B., 2010. Teknik Pemanenan Air Hujan (Rain Water Harvesting) sebagai Alternatif Upaya Penyelamatan Sumberdaya Air di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Volume 11, pp. 33-35.
Mirah Saketi, 2010. Mengapa Jakarta Banjir?. Dalam: Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: PT Mirah Sakethi.
Pemprov DKI Jakarta, 2017. Jakarta Open Data. [Online] 
Available at: data.jakarta.go.id
[Diakses 15 November 2017].
Republika, 2016. republika.co.id. [Online] 
Available at: http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/12/15/nze5wy284-januari-puncak-musim-hujan-di-jateng-selatan
[Diakses 27 12 2017].




Source : okezone


Baca Juga





SuratPembaca

Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.

Hubungi Kami

Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia

Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.

Kirimkan Masukan

[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00

Sosial