Berita harian Kompas: "Sumut memerlukan Rp 1 triliun untuk biaya perbaikan-pemeliharaan jalan raya", bagi saya tidak mengejutkan. Kerusakan jalan propinsi atau kabupaten dan jembatan (tidak hanya di Sumut) dapat disebabkan beragam faktor. Curah hujan yang berlebihan, drainase yang buruk, kualitas aspál - proyek tdk sesuai dengan bestek - dan yang terutama adalah pengawasan tonase kendaraan tidak secara tegas dijalankan aparat yang berwenang.
Suatu ketika tahun 1980-an, Pak Sudomo eks Pangkopkamtib - dalam operasi Laksus - mengambil kebijakan kontroversil, menutup semua jembatan timbang karena ditengarai nyata-nyata menjadi sarang KKN aparat Dishub, LLD-PJR-LLAJR, dll) tanpa ada kekuatan apapun menghentikannya. Bisa jadi karena kala itu tidak ada 1 pun aparat yang tidak KKN.
Hemat saya kebijakan itu benar-benar blunder - karena terkesan "membunuh tikus dengan cara membakar lumbung padi". Apa yang terjadi? Hampir semua jembatan dan jalan propinsi dan kabupaten khussnay di Sumut hancur total karena pengusaha angkutan "seperti mendapat angin" dan tanpa terkendali dan tanpa terukur memuat barang melebihi tonase yang diijinkan.
Kendaraan yang biasanya memuat 12-14 ton, malah dimuat dengan barang hingga 20 ton lebih. Dapat dibuktikan dengan hancurnya jalan dan jembatan serta cukup seringnya kejadian, kendaraan angkutan umum antar kota patah as atau rusak di tengah jalan, terperosok di badan jembatan yang patah, jalan rusak dll.
Terkesan, aparat tidak berani bertindak karena "ciut nyali" mendengar nama Sudomo (tahun 80-an ada anekdot nama Sudomo di Sumut SUde DOngan MOmbut yang artinya Semua Kawan meringkuk/ ciut nyalinya setiap mendengar nama Sudomo. Saya berkesan, kebijakan Sudomo kala itu bukan menyelesaikan masalah, namun malah memperparah kondisi jalan raya, karena negara merugi, namun maling tidak ketangkap.
Saya ingin usulkan kepada pemerintah agar bertindak bijaksana namun tegas, agar tonase kendaraan umum benar-benar diperiksa dengan cermat-teliti, diawasi, naikkan gaji petugas DLLAJR, Dishub di lapangan, hukum berat yang masih terlibat KKN, serta berlakukan denda progressif berlipat ganda bagi pengusaha umum yang melanggar ketentuan, sehingga pemeliharaan kondisi jalan-jalan di negara kita dapat berjalan dengan baik, tanpa merugikan keuangan negara kerusakan, karena biaya pemeliharaan yang lebih terkesan "lebih besar pasak daripada tiang". Bila kita mau tertib, pasti bisa.
Sahat Sitorus
Jl Bambu Duri 3
Jaktim
Baca Juga
SuratPembaca
Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.
Hubungi Kami
Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia
Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.
Kirimkan Masukan
[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00
Sosial