Home > Transportasi & Fasilitas Umum > Fasilitas Umum > Angkutan Umum di Bogor Menyebalkan

Angkutan Umum di Bogor Menyebalkan


964 dilihat

Angkutan Umum di Bogor Menyebalkan

Saya memang bukan pengguna angkutan umum (angkot) rutin di Bogor. Tetapi ketika saya harus memakai angkutan umum, saya rasakan betapa tidak manusiawinya pemerintah dalam mengatur angkutan umum di Bogor. Lebih-lebih terdapat dua  terminal angkutan umum dengan jarak yang berdekatan di Bubulak dan Laladon.

Sebagai pengguna angkutan umum, saya harus menunggu lebih dari setengah jam untuk menunggu angkutan pergi meninggalkan tempat mangkalnya. Ditambah kemudian sang supir ingkar janji dengan menurunkan saya di lampu merah karena angkutan umum tidak bisa lurus ke Laladon karena dijaga oleh pihak DLLAJ (Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

Saya jadi bertanya dalam hati, haruskah memang rakyat yang dijadikan korban kesalahan pengaturan lalu lintas oleh pemerintah?

Angkutan umum di Bogor memang sudah sedemikian banyak, sehinggga pemerintah Kota Bogor memberlakukan shift untuk angkot yaitu dua hari kerja dan satu hari libur.

Mengapa jumlah angkot menjadi 'overload'?

DLLAJ sepertinya tidak memperhitungkan seberapa angkutan yang dibutuhkan oleh masyarakat Bogor. Tidak ada penelitian dari pemerintah seberapa banyak penduduk yang membutuhkan angkutan umum, dan jumlah angkutan yang tersedia. Sehinggga yang terjadi adalah banyak angkutan umum yang kekurangan penumpang, karena para penumpang lebih memilih membeli motor dengan alasan efisiensi waktu dan ongkos.

Dampaknya adalah volume kendaraan terutama angkutan di Bogor sangat besar dan menambah kemacetan lalu lintas. Dari kacamata para supir angkutan, kebijakan pemerintah Bogor juga dinilai tidak bijaksana. Karena terdapat dua terminal dalam jarak yang berdekatan, pemerintah mengatur jalur angkutan yang tidak populer, alias sedikit menghasilkan penumpang.

Walhasil, pelanggaran trayek kerap terjadi setiap saat karena jalur yang ditentukan membuat supir tidak mendapatkan penumpang, dan penumpang tidak mendapatkan akses yang nyaman untuk naik angkutan. Sehingga timbulah terminal bayangan dimana-mana. Sedikitnya penumpang membuat supir berfikir keras untuk menjaring penumpang.

Akibatnya pengguna jalan lain terganggu dengan keberadaan angkutan tersebut. Belum lagi banyaknya 'pungli' yang dilakukan oleh para 'preman' yang yang jumlahnya sangat banyak. Bila saja kita menyusuri jalur angkutan Baranang Siang-Bubulak, intervensi 'preman begitu luar biasanya sehingga mengurangi pendapatan para supir. Berkurangnya jatah setoran membuat supir semakin 'asal-asalan' mengendarai angkutanya, yang penting bisa membawa uang ke rumah.

Ini adalah lingkaran setan yang harus di putus. Pemerintah Kota Bogor tampaknya sudah kehabisan akal untuk mengatasinya. Perbaikan kecil hanya dirasakan tambal sulam yang tidak membawa perubahan yang signifikan. Patroli polisi hanya membawa ketertiban sesaat. Ketika polisi pergi, kembali lalu lintas 'amburadul', bahkan kadang polisi membiarkan lalu lintas yang amburadul itu.

Permasalahan angkot di Bogor hanya merupakan cabang dari permasalahan yang sebenarnya, yaitu kapitalisme di segala bidang yang meminta korban besar yaitu rakyat.
Pemerintah hanya sibuk mengurusi uang setoran yang akan masuk ke kas daerah daripada mengurusi ketertiban lalu lintas. Mereka lebih peduli dengan 'kocek' daerah dari pada kenyamanan masyarakat.

 Lalu siapakah yang mengurusi rakyat?




Source : okezone


Baca Juga





SuratPembaca

Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.

Hubungi Kami

Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia

Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.

Kirimkan Masukan

[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00

Sosial