Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.
Hubungi Kami
Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia
Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus. Akan diproses 1 s/d 7 hari.
Jakarta - Tanggal 9 Agustus lalu saya yang sedang mengalami cedera lutut kiri dan tangan kanan. Saya memutuskan untuk berobat ke Jakarta dengan menggunakan penerbangan pagi Lion Air dari Banda Aceh. Karena pesawat akan berangkat pukul 7.20 WIB, saya sudah berada di bandara SIM Banda Aceh pukul 6.25 WIB.
Ketika melihat antrian penumpang yang sedang check in panjang sekali (sampai 3 baris), saya memutuskan mengambil barisan yang paling kiri karena tidak begitu semrawut. Dikarenakan lutut saya cedera (retak) saya yang ketika itu masih berjalan menggunakan kruk (tongkat) bertanya kepada salah satu petugas bandara yang saat itu mondar-mandir antara counter check in dan counter Lion di depan. Apa saya yang notabene berencana terbang sendiri harus mengantri juga walau saya rencananya akan meminta layanan kursi roda? Dan beliau menjawab saya harus mengantri sama dengan penumpang yang lainnya.
Di sini, saya merasa heran dengan pelayanan Lion Air yang mengharuskan penumpang yang sedang lumpuh (sakit) mengantri sama dengan penumpang sehat lainnya. Karena saya tidak ingin membantah peraturan saya pun ikut mengantri. Akhirnya setelah mengantri kurang lebih 30 menit (ya, saya harus berdiri dengan kaki sebelah kanan dan kaki yang ditopang tongkat selama itu), giliran saya tiba dan saya menyodorkan KTP dan tiket elektronik yang sudah saya cetak di selembar kertas (saya memesan dan membeli tiket saya dengan menggunakan kartu kredit saya sendiri).
Namun, ternyata Lion Air lupa mencantumkan di lembar tiket elektronik yang menyatakan saya sudah lunas membayar tiket itu. Sda peraturan 'baru' yang mengharuskan saya menunjukkan kartu kredit saya saat check in.
Petugas menolak check in saya karena saya tidak bisa menunjukkan kartu kredit saya (saat itu kartu kredit saya tertinggal di Jakarta, dan saya membeli tiket hanya dengan menggunakan nomor kartu kredit). Lalu petugas counter check in Lion Air menyuruh saya untuk melapor sendiri ke counter depan Lion Air tanpa menjelaskan apa yang harus saya butuhkan untuk menyelesaikan masalah ini.
Saya akhirnya memaksakan diri berjalan ke counter depan (walaupun jaraknya hanya 8-10 m, tetap saja itu merupakan hal yang berat bagi saya yang diharuskan dokter beristirahat menggunakan kaki saya yang cedera). Di counter depan saya mendapatkan pelayanan seadanya dari petugas yang kesannya acuh dan tak acuh yang menyatakan saya harus membeli ulang tiket penerbangan pagi itu jika saya tidak bisa menunjukkan kartu kredit saya.
Lucu sekali peraturan 'baru' ini. Sementara kalau Lion Air memang benar-benar profesional. Seharusnya di e-ticket untuk pembayaran dengan kartu kredit dicantumkan 'harus membaca kartu kredit yang digunakan untuk membayar tiket ini'. Saya yang perlu sekali untuk terbang ke Jakarta pagi itu untuk berobat ke Jakarta. Akhirnya menanyakan dengan kesabaran yang sudah hampir habis apa yang dibutuhkan lagi dengan kartu kredit saya.
Petugas counter akhirnya mengatakan hanya dibutuhkan nomor kartu kredit yang dibutuhkan untuk menginput data ke dalam komputer. Saya segera kembali menuju counter check in dan menulis di atas secarik kertas nomor kartu kredit saya serta menyodorkannya kepada petugas. Saya mengatakan kepada mereka (ada 3 petugas yang ada disana), "Mbak, ini nomor kartu kredit saya, kata petugas counter depan, hanya dibutuhkan nomor kartu kredit saja kan?"
Petugas tersebut mengangguk dan kemudian melanjutkan check in penumpang lain tanpa mengacuhkan saya. Dan saya yang saat itu sudah terlalu lelah untuk berdebat, hanya bisa berdiri (lagi) selama 20 menit sambil menyodorkan e-ticket, KTP, dan kertas yang berisi nomor kartu kredit saya. Setelah hampir semua penumpang yang normal (dan sehat) sudah check in petugas tersebut baru merespon uluran tangan saya yang berisi ticket dan sebagainya.
Saya meminta kepada petugas check in untuk memberikan saya kursi dengan ruang kaki lebih lega (kalau bisa di belakang kelas bisnis) karena lutut saya retak dan tidak bisa dibengkokkan. Akhirnya saya menerima boarding pass saya dan saya harus menyeret koper saya dan bersesak-sesak dengan penumpang normal lainnya di counter sebelah yang ternyata merupakan counter penimbangan bagasi.
Jelas terlihat mengapa orang banyak mengantri dan keberangkatan pesawat ditunda (saat itu pukul 7.30 WIB dan banyak orang masih mengantri untuk menimbang bawaan bagasi mereka), karena alat penimbangan cuma 1 untuk penerbangan sepadat itu!
Setelah mengantri berdesak-desakan tanpa ada urutan antrian yang jelas saya akhirnya mendapat giliran dan seorang calon penumpang yang baik hati (bukan petugas Lion Air atau bandara!) membantu saya mengangkat koper saya ke timbangan karena ia melihat tangan kanan saya yang dibalut perban karena cedera.
Saya berterima kasih karena ternyata di antara penumpang yang seenaknya main serobot walau saya yang terlihat lumpuh (sakit) masih ada orang yang berhati mulia walaupun dia hanya mengangkat koper saya ke atas timbangan bagasi.
Saya akhirnya bisa mengikuti penerbangan Lion Air pagi itu, namun begitu saya mencapai pesawat, saya kembali dikecewakan karena saya diberikan tempat duduk baris kedua yang mana mengharuskan saya untuk melipat kaki saya yang cedera. Padahal di counter check in saya sudah memesan tempat duduk dengan ruang kaki lebih luas supaya saya bisa memanjangkan kaki saya.
Akhirnya setelah nego dengan pramugari saya diperbolehkan duduk di bangku paling depan (yang ternyata kosong). Kejadian yang sama terulang di bandara Polonia, Medan. Saya yang diharuskan keluar paling akhir dari pesawat karena saya menggunakan kursi roda. Otomatis tidak bisa melakukan registrasi ulang saat transit penggantian pesawat.
Begitu turun dari pesawat 1, saya langsung dibawa petugas ke pesawat ke-2 dan naik lebih dahulu. Di atas pesawat saya meminta kepada pramugari kursi paling depan karena masalah yang sama. Pramugari menyatakan bahwa kursi itu sudah di-book dan tergantung nego saya nanti dengan penumpang yang berhak duduk di kursi itu. Saya yang tidak kuat berdiri akhirnya memutuskan duduk saja dan berbicara nanti dengan pemilik kursi. Dan untunglah saya berhasil meminta kebijakan dari Bapak yang seharusnya duduk di bangku ini untuk pindah ke kursi saya di belakang deret itu.
Saya jadi bertanya-tanya. Seandainya saya bukan hanya lumpuh/cedera, tapi saya juga bisu/tunawicara, apakah saya bisa menjelaskan keadaan tersebut kepada penumpang yang lain tanpa bantuan pramugari?
Bukan hanya itu. Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, saya harus menunggu kira-kira 20 menit setelah semua penumpang turun. Di pesawat, karena tidak adanya kursi roda yang bisa mengangkut saya ke anjungan kedatangan penumpang. Petugas yang membantu mendorongkan kursi roda saya mengeluhkan mereka kehabisan kursi roda saat itu dan meminta maaf. Hal ini menurut saya agak aneh untuk maskapai sekelas Lion Air di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Saya menyimpulkan pelayanan Lion Air baik dalam pembelian tiket online melalui kartu kredit sangat tidak profesional. Apalagi pelayanan kepada penumpang cacat/ lumpuh seperti saya. Saya berpikir, apakah ini yang akan dialami semua penumpang cacat/ lumpuh jika terbang sendirian dengan Lion Air?
Melissa Augustina Jl Batu Wulung No 3 Pulo Mas Jakarta *****@****.*** 08121898969
Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.
Hubungi Kami
Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia
Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus. Akan diproses 1 s/d 7 hari.