PT Kereta Api (Persero)
Home > Transportasi & Fasilitas Umum > Fasilitas Umum > Sentimen Petugas Peron KRL Yang Tidak Ramah dan Kasar

Sentimen Petugas Peron KRL Yang Tidak Ramah dan Kasar


2077 dilihat

Saya adalah mahasiswa program ekstensi di Universitas Indonesia. Pada tanggal 10 Maret 2009, saya menggunakan kereta ekonomi sepulang dari kantor. Saya naik dari stasiun Tebet dan saya turun di stasiun Universitas Indonesia tepatnya pukul 19.16 WIB. Pada waktu itu kondisi saya sedang sangat terburu-buru karena saya akan menemui dosen pembimbing yang saya janjikan akan bertemu pada pukul 18.45 WIB. Dan seperti yang kita ketahui, di ujung-ujung peron stasiun terdapat beberapa orang penjaga peron yang bertugas menanyakan karcis para penumpang.

Saya sebagai pengguna setia KRL Jabodetabek tentunya tidak pernah lupa memberikan karcis saya ataupun memperlihatkan karcis abonemen saya kepada petugas peron. Tetapi alangkah khilafnya saya karena saya terburu-buru, saya lupa mengeluarkan karcis abonemen saya dan saya berlari melewati petugas peron. Sebenarnya bukan hanya itu saja yang membuat saya berani melakukan hal yang tidak biasa saya lakukan tersebut. Saya berani karena saya melihat petugas peron membiarkan seorang pria berseragam polisi yang berjalan di depan saya lewat begitu saja dan tidak meminta karcis dari pria tersebut.

Tetapi alangkah kagetnya saya ketika saya disambangi dan dikejar karena saya tidak memperlihatkan karcis. Saya memberitahu petugas tersebut dan minta maaf karena saya sedang terburu-buru ke kampus. Tetapi petugas peron yang bernama Jamsa atau Camsa itu malah menghardik dan membentak saya di depan khalayak umum, “Saya bilang perlihatkan karcisnya!!!”. Begitulah suara Jamsa menggelagar membuat saya kaget sekaligus malu karena dia memang mempermalukan saya di depan umum. Saya tetap bersikukuh ingin ke kampus dan mengatakan akan kembali lagi nanti ke stasiun sepulang dari kampus, tetapi Jamsa ini malah membentak saya lebih keras lagi dan menyuruh saya untuk ikut ke kantor stasiun.

Setelah tidak tahan dan setengah kesal, saya akhirnya masuk ke kantor. Disana saya ditanyai oleh beberapa petugas stasiun yang lain. Dan ternyata saya memang menyadari bahwa karcis abonemen saya tercecer di salah satu buku-buku kuliah saya dan saya tidak dapat menemukannya waktu itu. Akhirnya, saya diminta membayar denda sebesar Rp 5000,-  karena tidak memiliki karcis. Yang menjadi permasalahan sekarang bukan karena saya harus membayar denda. Saya betul-betul tidak terima dengan perlakuan Saudara Jamsa ini. Saya masih tidak habis pikir, mengapa PT KA mempekerjakan petugas semacam Jamsa ini, yang tidak mampu menjalankan tugasnya dengan maksimal.

Bayangkan saja, ketika seorang yang berseragam polisi lewat dan hanya memberikan salam, Jamsa tidak menanyakan karcis pria tersebut atau tidak berani menanyakan saya tidak tahu persis. Dan ironisnya lagi, saya yang ada di belakang pria berseragam polisi ini malah dikejar bahkan dibentak-bentak hanya untuk menanyakan karcis saja. Alih-alih membentak saya Jamsa mengatakan bahwa ia hanya menjalankan tugasnya. Sungguh yang ada di pikiran saya pada saat itu bahwa Jamsa ini mungkin bekas seorang preman atau mungkin berambisi menjadi tentara atau polisi sehingga nada bicaranya harus membentak-bentak.

Lalu tugas seperti apakah yang ia jalankan apabila ia membiarkan seorang berseragam polisi lewat begitu saja sedangkan saya sendiri diperlakukan berbeda. Padahal belum tentu juga pria berseragam polisi itu memiliki dan membeli karcis. Apa karena pria itu berseragam polisi? Lalu kenapa kalau memang pria itu berseragam polisi? Apa para petugas peron ini takut kepada semua orang yang berseragam aparat? Beraninya hanya membentak warga sipil biasa saja.

Lalu dimana tanggung jawab PT KA sebagai perusahaan transportasi negara yang sedang berusaha membangun kredibilitas dan reputasi sementara petugas peron Anda saja mentalnya sok jagoan seperti ini? Apa PT KA tidak memberikan briefing ketika menerima karyawan khususnya petugas peron? Atau PT KA memang sengaja menanamkan sentimen primordial kepada para petugasnya, yang membedakan warga sipil dan aparat? Jika hal ini terus terjadi mengapa penanganan keluar masuk peron tidak memakai mesin dengan sistem informasi saja? Di peron-peron saya lihat sudah ada mesin untuk karcis, lalu mengapa tidak diberdayakan saja?.

Anggi Paramita Gianieri
Beji Permai No 17 Tanah Baru Depok
Depok




Source : kompas


Baca Juga





SuratPembaca

Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.

Hubungi Kami

Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia

Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.

Kirimkan Masukan

[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00

Sosial