Saya setuju dengan surat pembaca yang melakukan keluhan atas sikap PT. Telkom yang seenak-enaknya merubah biaya abodemen kepada telpon konsumen . Saya juga pernah mengajukan keberatan dengan perihal yang sama dengan cara mendatangi Telkom yang berlokasi di Sumur Bor., Jakarta Barat. Tapi setiap keluhan seperti pada umumnya, hanya ditanggapi sesaat pada saat berada di kantor tersebut, dengan mengatakan akan ditindaklanjuti, tapi dalam realisasinya tidak pernah dilakukan. Kejadian lain, yang saya alami, adalah biaya JASTEL sebesar Rp. 2.000,- yang dikenakan setiap bulannya pada rekening Speedy dimana biaya JASTEL tersebut sebenarnya merupakan biaya atas billing yang dikirimkan konsumen. Seharusnya dengan pengenaan biaya tersebut, konsumen memiliki hak untuk menerima billing ( Bahkan seharusnya merupakan hak konsumen untuk mendapatkan informasi besarnya tagihan tanpa dikenakan biaya ). Namun apa lacur, biaya JASTEL tersebut tetap dikenakan ke rekening kami tanpa menerima billing sejak bulan Juni 2010. Saya sudah menyampaikan komplain pada tanggal 24 September 2010 dengan Sdr Anie dan Sdr Roy dan Sdr Dian tanggal 26 November 2011, tentang billing yang tidak pernah kami terima dan pada saat yang sama pula saya mengajukan permohonan penghentian jasa pengiriman billing tersebut dan dengan harapan tidak ada lagi biaya JASTEL tersebut dalam rekening speedy kami.. Namun demikian, toh, seperti saya kemukakan diatas, komplain tinggallah hanya komplain. Hanya angin surga yang dikemukakan customer service tersebut, bahwa permohonan saya akan ditindaklanjuti dan terhitung bulan berikutnya, biaya tersebut tidak akan dikenakan lagi bahkan mereka menjanjikan atas billing yang tidak terkirimkan namun biayanya telah ditagih akan di refund yang akan mengurangi biaya tagihan bulan depan, tapi realisasinya tetap saja biaya tersebut dibebankan tiap bulan dan sementara billing tetap tidak dikirimkan. Saya tidak mengerti, mengapa pada jaman sekarang etika bisnis khususnya di dunia telekomunikasi, cenderung mengalami penyimpangan, dimana seharusnya praktek bisnis dijalankan secara fair, adil dan jujur. Tapi kecenderungan pada saat sekarang para provider telpon menjalankan bisnis dengan cara memaksa ( contohnya, mengaktifkan RBT tanpa pernah konsumen meminta, namun mengenakan biaya ), memenfaatkan kelengahan konsumen ( dengan meminta konsumen meregistrasi dengan menawarkan jasa tertentu dan akhirnya tidak bisa di unreg atau melakukan promosi yang tidak transparan ), keluhan konsumen dianggap angina lalu, dll, dll, dll. Intinya dengan menghalalkan segara cara, agar dapat memperoleh pemasukan. Saya menyampaikan ini, disamping pengalaman pribadi , pernyataan saya bisa dibuktikan dengan melihat pada rubrik “Surat Pembaca” di Kompas.com dan di surat-surat kabar, betapa banyaknya keluhan yang dilakukan masyarakat pada provider telepon.
Harianto Farnadi
Taman Palem Lestari, Blok C5 No. 5A
Jakarta
Baca Juga
SuratPembaca
Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.
Hubungi Kami
Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia
Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus.
Akan diproses 1 s/d 7 hari.
Kirimkan Masukan
[email protected]
Senin - Jumat
09:00 - 17:00
Sosial