Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.
Hubungi Kami
Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia
Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus. Akan diproses 1 s/d 7 hari.
Jakarta - Naik KA Penataran jurusan Surabaya – Malang – Blitar dari Stasiun Gubeng pukul 08.10, Minggu pagi (6/4/2008), terjadi keributan di atas gerbong antara kondektur dan penumpangnya. Kejadian berawal dari seorang kondektur yang menjalankan tugasnya menarik tiket (karcis) tak lama ketika kereta baru saja berangkat meninggalkan Kota Surabaya.
Dia mendapati penumpang sepasang suami-isteri dan seorang anaknya berusia delapan tahun (bermaksud turun di Malang) yang ternyata hanya menyodorkan dua buah tiket orang dewasa. Wajar jika Kondektur kemudian menagih tiket sang anak yang belum diserahkan.
Rupanya, entah disengaja atau tidak, pasangan suami-isteri itu tidak membelikan tiket untuk anaknya. Tegas Sang Kondektur kemudian meminta ongkos tiket anaknya di atas gerbong seketika itu juga. Disetujui. Nurrohman, nama ayah dari anak itu, dikenakan biaya Rp 3,500 sesuai dengan harga tiket resmi untuk anak tujuan Malang, yang seharusnya dibelinya di loket masuk stasiun.
Tidak selesai sampai di situ. Nurrohman meminta tanda bukti pembayaran untuk jaga-jaga agar di tengah sisa perjalanan nanti anaknya tidak ditagih ongkos tiket lagi. Di sinilah puncak permasalahannya.
Sang kondektur menolak memberi tanda bukti pembayaran. Alasan kondektur, kalau tidak membeli tiket di loket masuk stasiun, menurut aturan resmi PT. KAI, dia seharusnya didenda seharga lima kali lipat ongkos tiket.
"Baru akan ada tanda bukti pembayaran jika anda membayar denda sesuai dengan aturan yang berlaku," ujarnya. Tidak disangka, Nurrohman bersedia membayar denda seperti yang disebutkan tadi. "Saya akan bayar dendanya, dengan syarat, anda harus menarik denda pula pada penumpang lainnya yang tidak membeli tiket di loket masuk stasiun," ungkapnya.
Namun, lagi-lagi kondektur itu menolak memenuhi permintaan penumpangnya yang satu ini. Alasannya tidak semua penumpang setuju dengan kebijakan yang sudah dijadikan aturan PT KAI.
Lalu muncullah aturan yang disepakati antar kondektur itu sendiri. Yaitu denda di "atas" – hanya bayar satu tapi tidak ada tanda bukti. Dan uang pembayarannya itu penumpang tidak usah banyak tahu entah ke mana belantaranya.? ?
Ketegangan berlanjut karena masing-masing berpegang pada pendiriannya dan memicu penumpang lain di sekitarnya ikut mendesak kepada kondektur agar diberikan saja tanda bukti pembayarannya. Sempat muncul pertanyaan, kalau tidak diberi tanda bukti pembayaran, ke mana larinya nanti uang-uang dari para penumpang yang tidak membeli tiket di loket masuk itu.
Singkat cerita, seisi gerbong memanas, si kondektur terpojok, membuat tiga orang berbadan kekar yang mengaku sebagai pihak keamanan KA Penataran datang menghampiri. Bisa ditebak, kedatangan tiga orang itu hanya untuk mengamankan posisi kondektur. Mukanya yang sangar-sangar membuat seisi gerbong resah sambil mengoyak-ngoyak saya yang dari tadi berusaha ikut meluruskan masalah ini.
Bahkan, berulang-ulang mereka mengajak berkelahi saya. Saya jawab, "saya tidak bisa berkelahi. Kalau ingin memukul silahkan. Saya tidak akan membalas". Lalu sang kondektur semakin mendapat angin sambil mengumpat kata-kata jorok pada saya.
Penumpang jadi resah. Terlebih mereka pun menuduh saya sebagai biang kekacauan. Dan nampaknya saya harus turun karena tidak mendapat dukungan dari penumpang lain yang agaknya telah terintimidasi oleh tiga orang berbadan kekar berpakaian safari biru itu.
Saya terus ngeyel demi membantu mendapatkan tanda bukti pembayaran untuk ongkos tiket si anak Nurrahman itu tadi. Akhirnya Nurrohman hanya disuruh membayar denda sebesar dua kali harga tiket.
Namun, karena kemudian dianggap resek, saya harus rela diturunkan di sebuah stasiun kecil di tengah alas di perbatasan Lawang. Keluarga Nurrohman beserta isteri dan anaknya kemudian juga ikut turun dengan sendirinya.
Salah seorang lelaki kekar bersafari sempat menjanjikan akan mengembalikan uang tiket saya ketika akan menurunkan saya. Namun, tidak pernah saya terima sampai sekarang.
Namun, bukan itu persoalannya. Pertanyaannya adalah, tadi kondektur bilang seharusnya denda, menurut aturan PT. KAI, bagi yang tidak beli tiket di loket masuk stasiun, harus dibayar seharga lima kali lipat dari harga tiket resmi. Lantas kenapa kondektur itu hanya meminta uang denda seharga dua kali lipat dari harga tiket resminya?
Mohon penjelasan dari instansi terkait.
Penulis: Achmad Zainuri Tempat Tinggal Sekarang Jl Gubernur Suryo 15 Surabaya Email: *****@****.*** Ponsel: 081357473656 Tempat Tinggal Berdasarkan KTP Jl Gubeng Kertajaya 13F/ 15 Surabaya (msh/msh)
Cari keluhan surat terbuka resmi dan curhat terbaru sebagai sarana komunikasi dari seluruh konsumen untuk produk terkenal di Indonesia.
Hubungi Kami
Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan dan menjadi partner
Jakarta, Indonesia
Jika ada yang merasa tidak sesuai / sebaiknya dihapus, tolong sertakan link yang anda maksud pada halaman ini dan memastikan sumber dari surat pembaca sudah ditutup / masalah terselesaikan / dihapus. Akan diproses 1 s/d 7 hari.