Surat Pembaca Indonesia

Bersahabat Dengan Radikalisme?

Pendidikan & Pelayanan Kesehatan

Radikalisme, mendengar kata tersebut saja sudah membuat banyak orang berpresepsi negatif dan juga muncul pro maupun kontra dimana-mana. Tentu, menurut beberapa orang (kaum) yang meyakini paham radikalisme mereka akan setuju-setuju saja dengan segala hukum yang berlaku tentang radikalisme. Tetapi, sangatlah berbanding terbalik dengan masyarakat yang tidak berpihak pada apapun. Tetapi, apakah kita sudah memahami benar tentang apa itu radikalisme? lalu bagaimana ciri-ciri orang yang menganut paham radikalisme? Radikalisme adalah paham atau ideologi yang menuntuk perubahan dan pembaruan sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. Ensensi dari radikalisme adalah sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Tuntutan perubahan oleh kaum yang menganut paham ini adalah perubahan drastis yang jauh berbeda dari sistem yang sedang berlaku. Belakangan ini, kita sering mendengar berita tentang hilangnya anggota keluarga. Sang anak, istri, atau suami yang  tadinya hidup biasa-biasa saja, tiba-tiba menghilang. Baru ketahuan belakangan bahwa           ternyata mereka sudah bergabung dalam gerakan radikal, memakai seragam, atribut, atau simbol tertentu dan menyebarkan ajaran atau sabda tertentu. Berbagai penggalan cerita dari anggota keluarga mereka yang tergabung dalam gerakan radikal kebanyakan memiliki narasi yang serupa.             Kemudian muncullah pertanyaan, mengapa dan bagaimana seseorang bisa bergabung dalam sebuah gerakan radikal? Menurut Prof. Dr. Hamdi Muluk M.Psi, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang dapat terpengaruh oleh gerakan radikal yang berbahaya dan terperosok dalam aliran yang dianggap menyesatkan.             Yang pertama adalah karakter atau identitas diri seseorang yang labil, tidak kuat, dan terombang-ambing. Pada dasarnya, orang ingin mencari eksistensi atau aktualisasi diri dan makna hidup, yang sesuai dengan nilai dan minatnya sendiri. Paham-paham radikal ini datang seperti jawaban atas pertanyaan hidup mereka. Rasa putus asa yang mendalam juga bisa membuat seseorang mudah terpengaruh oleh ajaran atau keyakinan tertentu, ungkapnya.             Faktor karakter individu ini juga banyak dipengaruhi oleh situasi keluarga di rumah, terutama yang gagal menanamkan nilai kebaikan dan gagal memberikan kehangatan. Menurut Hamdi, keluarga harus memenuhi kebutuhan attachment pada seseorang, sebab mereka adalah patron dan panutan utama. Kalau keluarga tidak menyajikan itu, orang akan mencari di luar. Mereka akhirnya merasa nyaman berada dalam kelompok-kelompok tertentu, kata Hamdi.             Yang kedua, gerakan radikal biasanya menjual iming-iming atau mimpi fantastis, yang menurut Hamdi kebanyakan adalah ilusi. Ia memberi contoh geng motor yang melakukan inisiasi anggota baru dengan mengharuskan mereka memerkosa wanita. Mereka menjanjikan kejantanan dengan menjadi anggota, katanya.             Atau contoh lain lagi, aliran keagamaan yang menjadikan spiritualisme tertentu. Misalnya, mereka bilang, kalau ingin menjadi orang Islam yang paling Islam, harus bergabung dengan mereka. Orang yang ingin menjadi spiritual secara instan pun mudah terkena bualan ini, ujar Hamdi. Gerakan radikal bisa berhasil juga karena mereka bergerak dalam kelompok. Sebagai psikolog, Hamdi menilai bahwa pada dasarnya manusia cenderung lebih berani melakukan kekerasaan ketika bersama banyak orang lain. Aktivitas radikal seperti unjuk rasa, pembakaran, atau pengeboman, umumnya adalah pekerjaan yang tidak bisa dilakukan sendiri dan memerlukan operasi yang besar, ungkap Hamdi.              Namun, di saat yang sama ia juga melihat bahwa masyarakat pada umumnya masih memiliki akal sehat, sehingga rasio antara orang yang terjerumus dan tidak terjerumus dalam radikalisme pun sebetulnya berbanding jauh. Orang-orang yang tergolong jatuh dalam pengaruh radikalisme ini jumlahnya hanya ratusan atau ribuan, tidak seberapa bila dibandingkan jumlah penduduk Indonesia. Masalahnya, mereka dilatih untuk merusak dengan brutal sehingga menjadi berbahaya, tuturnya. Ciri-ciri serupa juga diungkapkan oleh Kasubdit Napi Deradikalisme BNPT, Kolonel Sigit Karyadi yang dikutip dari Kumparan.com, memberikan ciri-ciri orang yang terjangkit paham radikalisme. Kalau kita Jumat-an, dia juga tak mau gabung, karena dia berpikiran Islam di Indonesia buatan thoghut, takfiri. Kita ini semua yang muslim adalah kafir kalau bukan sesuai keinginan kita. Dia cenderung sendiri, bahkan cenderung tidak bersosialisasi. Kalau muslim beribadah, dia tak beribadah. Dia takwa sebenarnya, tapi versi dia sendiri dia merasa takwa. Dia kalau diskusi agama itu cerdas. Ketika dia ibadah dengan kawan-kawan cenderung menghindar" ujar Sigit. Selain itu ciri-ciri Radikalisme lainnya seperti, meninggalkan pendidikan, pekerjaannya dan bahkan rumahnya karena aktif dalam kelompoknya yang mengakibatkan kehilangan masa depan yang cerah; cenderung tertekan jiwanya yang dapat menimbulkan gangguan jiwa efek panjangnya, manipulatif serta minim empati (tidak peka terhadap lingkungan sekitar); menganggap orang atau kelompok di luar kelompoknya adalah kafir (mengganggap keyakinannya yang paling benar dan yang lain salah), yang harta dan darahnya adalah halal; menghalalkan segala cara dalam menuntaskan program atau keinginan mereka (yakin); disharmonisasi hubungan dengan keuarga, teman dan lingkungan sekitar, terbentuk dari respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung, respon tersebut diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan; tidak pernah berhenti dalam upaya penolakannya sebelum terjadi perubahan drastis terhadap kondisi yang dikehendaki; menggunakan kekerasan dalam mewujudkan keinginannya dan tidak memikirkan dampak perbuataannya terhadap lingkungan sekitar; dan menganggap semua yang bertentangan dengannya bersalah. Mengenali ciri-ciri radikalisme dan tetorisme menjadi penting bagi masyarakat untuk melakukan pencegahan paham ekstrim tersebut. Dikutip dari Kompasiana.com, dalam dialog yang dilaksakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme lewat Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme mengahadirkan Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA selaku narasumber nasional. Dalam paparan materinya guru besar asal UIN Sumut ini menyampaikan ciri-ciri radikaliasme dan terorisme kepada para peserta antara lain, "Kelompok radikal-terorisme memiliki pemahaman yang rigit, ekstrin, fundamentalis, eksklusif, merasa pahamnya yang benar paham yang lain salah, selalu bersemangat mengoreksi oleh orang lain, menghalalkan tindak kekerasan, memiliki kesetiaan lintas negara, orang yang tak sepaham dengannya dianggap musuh, melakukan perang mati-matian dalam menyebarkan ajarannya" papar Syahrin dalam dialog pelibatan dai dalam program islam damai untuk pencegahan paham radikal-terorisme. Jika kita sudah bisa melihat karakter kelompok radikal di sekitar kita, saatnya membekali diri dengan berbagai hal agar tidak mudah terpengaruh. Selain memperkuat pemahaman agama yang benar, kita juga harus membekali dengan berbagai ilmu pengetahuan. Jika kita membekali diri dengan kecerdasan, selain tidak mudah terpengaruh, kelompok radikal juga enggan mendekat. Mereka hanya mendekati seseorang yang tidak dilengkapi dengan ilmu pengetahuan. Dengan menjadi seseorang yang cerdas, secara tidak langsung kita bisa memutus mata rantai radikalisme dan terorisme di mulai dari lingkungan terdekat kita. Maka, saat setelah kita sudah mengetahui ciri-ciri orang radikalisme sebaiknya kita bisa menempatkan diri kita dengan baik atau bahkan bisa bersahabat serta tidak ikut mengusik mereka. Bahkan mungkin kita bisa mengajak mereka sharing untuk menumbuhkan nilai sosial. Dan mungkin bisa lebih bijaksana dengan diri kita sendiri terhadap lingkungan sekitar kita, walaupun kita kurang setuju dengan paham radikalisme tetapi kita tidak ikut menjauhkan mereka tetapi tetap merangkul agar menciptakan masyarakat yang harmonis.


948 dilihat