We Make People Fly??
06 June 2009
Lain-Lain
“We make people fly”, itulah motto yang selalu didengungkan oleh Lion Air, sebagai maskapai penerbangan Indonesia pertama yang menerapkan system Low Cost Carrier . Saya akui, LionAir memang berhasil membuat orang-orang bisa terbang tapi pertanyaannya adalah, “terbang yang seperti apa?” Saya melakukan perjalanan dari Padang ke Yogyakarta menggunakan jasa Airline ini pada tanggal 15 Mei dan kembali ke Padang pada 18 Mei 2009.Pada penerbangan pertama, yaitu Padang-Jakarta, 15 Mei 2009, saya mengalami ketidaknyamanan berupa adanya penumpang lain yang menduduki seat saya yang menurut boarding pass di tangan saya, seharusnya duduk di window seat; 35F. Saya melaporkan hal tersebut kepada flight attendant (FA) yang ternyata bersikap cuek seolah-olah hal ini lumrah-lumrah saja. Akhirnya dengan berat hati saya terpaksa duduk di tempat yang sangat tidak nyaman 35D, seat paling belakang yang sangat dekat dengan toilet. Saya sempat berpikir, "Ini bus atau apa?’ Saya mencoba bersabar dan berusaha berpikir positif bahwa mungkin hari itu adalah hari apes saya, atau Yang Mahakuasa lagi menguji kesabaran saya. Tapi ternyata apes hari itu berlanjut lagi pada penerbangan Jakarta-Yogya dengan adanya penumpang lain yang seat-nya sama persis dengan seat saya!.Hal ini saya laporkan ke FA yang kemudian menanggapi dengan memindahkan saya ke seat 1A. Pada penerbangan pulang ke Padang , 18 Mei 2009 pukul 11-an WIB, tentu saya tetap harus transit di Jakarta, dan hal serupa – double passenger atas 1 seat – terulang kembali. Saya merasa bersyukur karena bukan saya yang mengalami, tetapi pada 2 atau 3 penumpang lain. Sempat terpikir sepertinya ini hal yang sangat lumrah terjadi di Airline ini. Saya tidak tahu persis tindakan penangangan apa yang dilakukan oleh FA atas kejadian itu, namun saya hanya berharap bahwa semua pihak yang berseteru mendapatkan solusi yang memuaskan para pihak. Sesampainya di Jakarta, sekitar pukul 12-an WIB, saya langsung menuju ke konter transit dan langsung melakukan check-in, meskipun penerbangan saya ke Padang dijadualkan pada pukul 15:00.Boarding pass saya menyatakan saya mendapat seat 4F. Penerbangan Jakarta-Padang ini ternyata kemudian mengalami delay selama sekitar 1 jam sehingga menjadi pukul 16:00. Saat boarding, saya langsung menempati seat saya, yaitu 4F. Tak lama kemudian, saya didatangi seorang perempuan yang mengklaim bahwa saya menduduki seat-nya. Hal ini langsung dilaporkan ke FA yang menanggapi dengan melakukan pengecekan terhadap boarding pass saya. FA kemudian menyatakan bahwa boarding pass saya memang valid, tapi anehnya, malah saya yang disuruh mengalah dengan mengambil seat yang lain! Pada saat semua ini berlangsung, si perempuan yang boarding pass-nya tidak valid, mengomeli saya, seolah-olah saya seorang perampas kursi. Saya, pemegang boarding pass yang telah dinyatakan FA sebagai valid, pada awalnya berniat merelakan seat saya dan pindah ke seat lain demi si perempuan itu. Namun karena ia tak kunjung berhenti memaki, saya memutuskan untuk membatalkan niat mulia tersebut.Yang lebih menyebalkan lagi, FA malah bersikap seolah-olah double passenger atas 1 seat itu bukan karena kesalahan sistem ckeck-in LionAir, dengan tidak meminta maaf atas ketidaknyamanan yang telah terjadi. Hal ini juga menimbulkan reaksi dari penumpang lain, yang kemudian sibuk bertanya pada FA, apakah boarding pass-nya valid atau tidak. Saya pikir sikap berhati-hati ini sudah sewajarnya, karena siapapun tidak akan suka dipindah-pindahkan seenaknya bila hal yang menimpa saya juga dialami orang lain; let alone kalau harus dihujani makian dari orang yang sebenarnya tidak berhak memaki sama sekali, karena semua hal ini, menurut dugaan kuat saya, disebabkan atas kerancuan pada sistem check-in Lion Air.Jadi, bila dimintai komen tentang penerbangan saya menuju tempat dinas di Yogya diambil, maka saya merasa pantas menilai keempat penerbangan yang saya alami dengan nilai D. Dua minggu kemudian salah seorang rekan sekantor saya pulang dari dinas luar kota. Saya kemudian disuguhi cerita tentang perjalanannya yang ternyata juga menggunakan jasa Lion Air, yang menurut pengakuannya sangat menyebalkan. Ternyata kasus yang saya alami juga dialami oleh teman saya tersebut sehingga timbul tanda tanya besar; apakah hal ini benar-benar lumrah terjadi di Lion Air. Apa karena berprinsip ”low cost carrier” maka penumpang juga dihargai secara ”low cost” dan kemudian mengeyampingkan, atau parahnya, menihilkan pelayanan? Padahal penerbangan lain yang jauh lebih murah semisal AirAsia, malah memiliki pelayanan yang lebih bagus dan tingkat complaint-handling yang menurut hemat saya bagus dan cepat tanggap. Saya meminta tanggapan dari manajemen Lion Air atas hal ini. Masni Salfinnia Jl. Merak No.7 RT.003 RW.011 Kel. Air Tawar Barat Padang
806 dilihat