Surat Pembaca Indonesia

Mempertanyakan Empati Dalam Sinergi RS Cahya Kawaluyan dan Asuransi AIA

Finansial

Hari Minggu 12 Agustus 2012 lalu istri saya tiba-tiba kolaps saat sedang beribadah Minggu. Karena keadaan darurat tersebut saya membawanya ke RS Cahya Kawaluyan (RSCK) Padalarang atas pertimbangan dekat dengan rumah kami juga pengalaman baik yang pernah kami dapatkan pada "Customer Focused Hospital" tersebut selama ini. Setelah ditangani di UGD RSCK dinyatakan bahwa istri saya terkena infeksi saluran kemih, dengan tensi 90/60 dan warna urine yang merah pekat, infeksi juga telah akut (padahal tidak ada indikasi selama beberapa hari sebelumnya). Dokter jaga menyatakan bahwa istri saya hanya perlu dirawat jalan. Sebagai suami yang melihat kondisi istri saya dengan tekanan darah cukup rendah, muka pucat setelah kolaps dan warna urine yang merah seperti itu maka saya meminta untuk dirawat inap dan diobservasi oleh dokter spesialis dengan segera.Alih-alih mendapatkan jawaban yang menenangkan sang dokter dengan santai berkata "Sebenarnya tidak ada diagnosis dengan indikasi perlu rawat inap, cukup rawat jalan karena HANYA ISK." Saya meradang, terlebih sang dokter menyatakan "Ya tidak apa-apa bila bapak mau rawat inap, tetapi nanti mungkin bapak harus bayar biaya opname sendiri bila Asuransi tidak menyetujui bayar". Kondisi istri yang jelas sangat lemas dengan tensi rendah dan baru saja kolaps disertai urine yang bercampur darah yang dengan santai dinyatakan bisa rawat jalan membuat saya teringat berita mengenai ucapan Dekan FKUI pada Juli 2012 lalu bahwa "Hampir separuh dokter muda di Indonesia kurang memiliki empati". Bukti nyata saya dapatkan di sebuah rumah sakit dengan motto "Customer Focused Hospital" hari Minggu itu.Alasan mengenai asuransi yang bisa menolak memang bisa kami mengerti, terlebih istri saya adalah seorang agen asuransi selama 4 tahun ini. Kami sangat mengerti hak dan kewajiban kami sebagai pasien dan nasabah asuransi kesehatan. Bila memang kondisi istri saya bisa menjalani rawat jalan, tidak akan mungkin saya memaksa untuk rawat inap. Terlebih saat saya bertanya apabila terjadi sesuatu pada istri saya saat pulang untuk rawat jalan, apakah dokter tersebut mau bertanggungjawab secara hukum, dokter tersebut hanya terdiam. Saya mempertanyakan motto RSCK "Customer Focused Hospital" atas tindakan dokter UGD di Minggu 12 Agustus 2012 lalu, juga bagaimana sinergi antara RSCK dan Asuransi AIA yang mana saya menjadi nasabah korporat untuk jasa asuransi kesehatan. Asuransi diberikan untuk memberikan kenyamanan dan ketenangan kepada nasabah atas hal yang terjadi di luar kesengajaan.Bagaimana saya bisa tenang bila mendapatkan kejadian seperti ini dengan pelemparan tanggungjawab antara dokter, rumah sakit dan asuransi apabila keadaan yang sama terjadi pada saya atau keluarga saya ke depan? Pengalaman selama 6 tahun lebih memiliki asuransi kesehatan korporat membuat saya bertanya-tanya karena sebelumnya tidak pernah ada kejadian seperti ini, di mana seolah kami harus "mengemis" untuk diobservasi menyeluruh dengan rawat inap. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa manusia bukanlah sebuah textbook di mana segala sesuatu memiliki algoritma yang pasti dalam penanganan kesehatannya. Utamakan EMPATI dalam berinteraksi dengan pasien sebagai dokter dan rumah sakit dan sebagai penyedia jasa asuransi kesehatan. Saya mengharapkan tindakan nyata dari RSCK untuk memenuhi mottonya dan memperbaiki sinergi dengan asuransi AIA sebagai penyedia jasa perlindungan kesehatan khususnya dengan kasus yang dialami oleh istri saya sehingga ke depan tidak akan ada lagi kejadian sama dengan kami atau orang lain. Terima kasih. Alexander Priyo Pratomo Jingga Nagara 23 Kotabaru Parahyangan Padalarang


2288 dilihat